Ketitang.id: Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla menegaskan bahwa peringatan haul merupakan tradisi yang penting untuk terus dilestarikan. Sebab, pada dasarnya, substansi dalam agenda yang rutin digelar di hampir seluruh pondok pesantren di Indonesia itu adalah tentang keteladanan generasi terdahulu terhadap kedudukan pengetahuan, terutama ilmu keislaman.
“Islam adalah agama ilmu. Ilmu dalam Islam dihargai dengan sangat luar biasa. Bahkan menurut Ibnu Abbas, oleh sebab ilmu, orang yang semula bertatus budak, ketika sudah alim, maka dia akan berubah menjadi raja. Sebaliknya, seorang raja yang tidak berilmu, niscaya ia akan menjadi budak,” ungkap Gus Ulil, sapaan akrabnya, saat menyampaikan tausiah malam puncak Peringatan Haul KH Salwa Yasin, KH Asror Hasan, dan KM. Adnan Amin Asror, serta Haflah Imtihan Ke-45 di Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, pada Sabtu, 29 Juni 2024.
Menurut Gus Ulil, Islam juga memungkinkan untuk mengedepankan ilmu ketimbang urusan lainnya. Hal itu sebagaimana pernyataan Imam Syafi’i yang dikutip Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin.
“Imam Syafii dawuh (berkata), ‘Thalabul ilmi afdhalu min an nawafil. Mencari ilmu itu lebih baik dari salat atau puasa sunah.’ Maka, kiai atau guru-guru saya, seperti KH Sahal Mahfudz, KH Maemun Zubair, termasuk ayah saya sendiri (KH Abdullah Rifa’i), kalau ada santri yang lebih rajin puasa sunah senin-kamis, justru dimarahi. Beliau-beliau berpesan, tugas dari seorang santri itu bukan puasa sunah, tetapi belajar. Kalau puasa sunah kemudian lemas dan hal itu mengakibatkan malas mengaji, jelas tidak ada gunanya. Kalau malam tahajud, lalu paginya mengantuk dan tidak konsens dalam belajar, ya, sia-sia,” katanya.
Di sisi lain, ilmu menjadi penting demi mewujudkan generasi yang bijak. Melalui kecakapan ilmu, dakwah keislaman pun makin mudah dan cepat diserap masyarakat selayak fakta yang telah ditunjukkan dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia.
“Dan itu motornya adalah pesantren. Di pesantren, ilmu dipelajari dengan serius melalui kurikulum berupa kitab-kitab yang berkualitas,” jelasnya.
Oleh karena itu, Gus Ulil mengajak para jemaah untuk meneladani sekaligus menghormati para kiai pendahulu, termasuk para muassis Ponpes Ketitang Cirebon.
“Kita menjadi tahu tentang ilmu agama, semua berkat usaha para kiai-kiai, seperti Kiai Salwa, Kiai Asror, dan juga Kiai Adnan. Para masyayikh Ponpes Ketitang ini luar biasa, makanya kita harus bersyukur dengan perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan beliau-beliau,” kata Gus Ulil.