Ketitang.id: Banyak orang beranggapan bahwa Islam tidak memperkenankan umatnya untuk bertanya. Bahkan, kegemaran bertanya sering dianggap sebagai salah satu ciri dari para pembangkang pada zaman nabi-nabi terdahulu.
Ang H. Sobih Adnan mengatakan, pendapat tersebut tidak sepenuhnya keliru. Namun, dia menyarankan untuk tetap memahami konteks dari setiap dalil atau argumen yang dipakai sebagai rujukan.
“Memang ada hadis, bahkan sejumlah ayat Al-Qur’an yang bersinggungan dengan larangan bertanya tersebut,” ungkap Angobik, sapaan karibnya, saat membacakan kitab “Jawahir al Kalamiyah” dalam Ngaji Pasaran Ramadan 1445 H, di Pondok Pesantren Ketitang, Cirebon, pada Selasa, 12 Maret 2024.
Salah satu hadis yang melarang umat Islam terlalu banyak bertanya berbunyi:
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyak bertanya dan berselisih dengan para nabi,” (HR Bukhari dan Muslim).
“Jika diamati dari hadis tersebut, titik tekannya bukan terhadap kegemaran bertanya, tetapi lebih kepada adanya motif untuk berkonflik,” katanya.
Sedangkan contoh larangan bertanya di dalam Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Maidah: 101. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَسْـَٔلُوْا عَنْ اَشْيَاۤءَ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ ۚوَاِنْ تَسْـَٔلُوْا عَنْهَا حِيْنَ يُنَزَّلُ الْقُرْاٰنُ تُبْدَ لَكُمْ ۗعَفَا اللّٰهُ عَنْهَا ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (niscaya) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika Al-Qur’an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
“Asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat) tersebut mengisahkan seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi Saw, ‘Apakah haji itu tiap tahun, wahai Rasulullah?’ Akan tetapi Nabi Saw tidak menjawabnya hingga tiga kali. Hingga kemudian Rasulullah menjawab, ‘Kalau aku jawab ‘ya,’ niscaya akan memberatkan kalian. Tinggalkanlah (jangan bertanya) terhadap sesuatu yang aku biarkan,’ Padahal, diamnya Nabi Saw saat itu sudah termasuk syariat,” katanya.
Selebihnya, lanjut Angobik, Islam tidak melarang pertanyaan-pertanyaan yang memang diajukan demi kepentingan pengetahuan, terlebih terkait dengan cara beribadah.
“Seperti kitab yang kita kaji hari ini, pengarang Jawahir al-Kalamiyah sengaja menyusun redaksinya dalam format tanya-jawab, tujuannya agar lebih mudah dipahami,” katanya.
Menurut Ang Sobih, bukti kuat bahwa Islam tidak alergi dengan pertanyaan tertera dalam QS. An-Nahl: 43, Allah Swt berfirman:
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ
“Kami tidak mengutus sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya. Maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Jenis-jenis pertanyaan
“Yang penting diingat adalah tidak semua pertanyaan diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan. Ada juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagai tanda keraguan, bahkan ketidak-percayaan, meledek, atau tidak mengandung makna apa-apa selain karena tuntutan tradisi dan bentuk penghormatan,” katanya.
“Sebagai bentuk keraguan contohnya pertanyaan, ‘Kamu benar mau maju sebagai calon presiden?’ dengan konteks misalnya orang yang ditanyai itu kurang memenuhi prasyarat pencalonan atau elektabilitas yang dinilai tidak mumpuni,” sambung dia.
Bentuk mengejek, seperti “Kamu benar tidak naik kelas?’ Padahal kabar itu, misalnya, sudah tersebar luas satu lingkungan sekolah. Sedangkan yang hanya merupakan tuntutan tradisi dan penggormatan adalah seperti menanyakan “Bagaimana kabarmu?” di saat bertemu dengan seseorang. Padahal, sudah jelas orang yang ditanyainya berpenampilan sehat, segar, dan tampak tidak sedang kekurangan satu apapun.
“Nah, larangan yang difirmankan Allah Swt dalam Al-Qur’an atau pun yang dipesankan dalam hadis Nabi Muhammad Saw adalah terkait pertanyaan-pertanyaan atau tindakan bertanya yang diajukan dengan maksud tertentu, atau tanpa faidah sedikit pun,” kata Angobik.