Ketitang.id: Syekh Ahmad bin Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari pernah mengungkap wajah asli kehidupan di dunia. Sufi masyhur itu menyebut, kesukaran merupakan perkara yang lazim ditemui dalam keseharian setiap manusia.
Dalam Al-Hikam, Ibnu Atha’illah menjelaskan:
لا تَسْتَغْرِبْ وُقوعَ الأَكْدارِ ما دُمْتَ في هذهِ الدّارِ. فإنَّها ما أَبْرَزَتْ إلّا ما هُوَ مُسْتَحِقُّ وَصْفِها وَواجِبُ نَعْتِها
“Janganlah engkau merasa heran atas terjadinya kesulitan selama berada di dunia ini. Sebab, memang begitulah yang patut terjadi dan sudah menjadi karakter asli dunia.”
Demikian disampaikan Ang H. Sobih Adnan, saat menyampaikan tausiyah dalam acara Halalbihalal Karyawan dan Staf Bentani Hotel dan Residence, Kota Cirebon, Senin, 15 Mei 2023.
“Jadi, ketika mengistilahkan kehidupan dunia sebagai ujian, maka soal yang kita dapatkan dan harus dikerjakan ini bukan dalam bentuk pilihan ganda, tinggal pilih, lalu selesai. Tetapi, formatnya uraian. Di dalamnya perlu memahami banyak konteks, termasuk melihat dan menimbang kepentingan orang lain,” katanya.
Sebab, kata Angobik, sapaan akrabnya, baik menurut satu orang, belum tentu benar bagi orang lainnya, apalagi menurut Allah Swt. Hal itu, sebagaimana sebait munajat yang diungkapkan Ibnu Atha’illah yang berbunyi:
إِلَهِيْ مَنْ كَانَتْ مَحَاسِنُهُ مَسَاوِيَ فَكَيْفَ لَا تَكُوْنُ مَسَاوِيْهِ مَسَاوِيَ
“Tuhanku, manusia, benarnya saja bisa (bermakna) salah, bagaimana salahnya tidak sebagai kesalahan?”
Menurut Angobik, bait munajat itu bisa diterjemahkan melalui berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. “Misalnya, kita bersedekah atau berbuat baik pada satu orang, siapa menjamin itu menggembirakan? Jika kalimat yang kita sampaikan atau orang yang kita beri tidak sedang dalam kondisi nyaman, itu justru bisa menyinggung perasaan,” katanya.
Hal itu juga bisa bermakna terbaik. Menurut Angobik, segenap anugerah dan kebaikan yang diberikan Allah Swt tidak membuat semua orang mengungkapkan rasa syukur. Hujan, misalnya, ketika ia turun maka dimaknai kegembiraan oleh para petani, tetapi bisa berbeda tanggapan bagi para penjual es atau minuman dingin lainnya.
“Oleh karena itu, manusia perlu untuk terus berlatih dalam menyeimbangkan pemahaman terkait ikhtiar, doa, dan tawakal. Tujuannya, agar apa-apa usaha yang dilakukan dan hasil yang diterima, semata-mata hanya merupakan kebaikan dari Allah Swt,” katanya.
Manusia wajib untuk terus berikhtiar. Hal itu, sebagaimana termaktub dalam QS. Ar-Ra’d: 11). Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
“Kemudian, berdoa. Apalagi, Allah Swt selalu membuka diri-Nya agar setiap manusia mau bermunajat dan meminta segala kebaikan selama di dunia maupun untuk bekal di akhirat,” katanya.
Allah Swt berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkannnya.” (QS. Al-Mukmin: 60)
Setelah itu, hal yang mesti dilakukan manusia adalah bertawakal. Manusia, harus menerima segala takdir yang diberikan Allah Swt dan memaknainya sebagai kebaikan.
“Sebab, apa yang menurut kita baik dan kita inginkan, itu belum tentu menurut Allah Swt baik dan benar-benar kita butuhkan,” kata Angobik.
Angobik kembali mengutip perkataan Ibnu Atha’illah yang berbunyi:
لا يَكُنْ تأَخُّرُ أَمَدِ العَطاءِ مَعَ الإلْحاحِ في الدُّعاءِ مُوْجِباً لِيأْسِكَ. فَهُوَ ضَمِنَ لَكَ الإِجابةَ فيما يَخْتارُهُ لَكَ لا فيما تَخْتارُهُ لِنَفْسِكَ. وَفي الوَقْتِ الَّذي يُريدُ لا فِي الوَقْتِ الَّذي تُرْيدُ
“Kala yang kau mohonkan berulang dijawab Tuhan begitu pelan, janganlah putus harapan. Sebab, sesungguhnya telah Dia pilihkan waktu yang tepat untukmu, bukan menurutmu. Turun pada waktu yang dikehendaki, bukan yang kau ingini.”