Profil & Sejarah

PONDOK Pesantren Ketitang atau berakta resmi dengan nama Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Ketitang merupakan lembaga pendidikan keislaman klasik yang terletak di sebuah kampung dengan nama yang sama, yakni Dusun Ketitang, Desa Japurabakti, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Pondok Pesantren Ketitang terletak kurang lebih 2 kilometer (km) dari Pondok Pesantren Buntet dan sekitar 8 km arah timur dari pusat Kota Cirebon.

Pondok Pesantren Ketitang didirikan oleh KH Salwa Yasin pada 1912. Sosok yang masyhur dengan nama Mbah Salwa itu mengawali pembangunan pesantren yang sebelumnya hanya berupa majelis dengan mendirikan sarana ibadah untuk masyarakat kampung setempat bernama Masjid Baitul Muttaqien.

Awal pendirian Era Mbah Salwa

Mbah Salwa lahir pada 1876. Dia dikenal sebagai sosok yang rendah hati, dermawan, sekaligus ahli riyadah dan tirakat. Nyaris di sepanjang hidupnya, Mbah Salwa senantiasa menjalani ibadah puasa, kecuali di dua hari raya, hari tasyrik, atau hari-hari yang diharamkan berpuasa. Ibadah itu semata-mata dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan berharap dikaruniai para keturunan dengan pribadi yang saleh dan mencintai ilmu agama. Pengabdian Mbah Salwa itu secara istikamah dilakukan hingga wafat di usia 79 tahun.

Setelah Mbah Salwa berpulang, kepemimpinan dan tanggung jawab pengembangan pesantren dilanjutkan menantunya, KH Asror Hasan. Kiai yang lebih dikenal dengan nama Yai Asral itu mulai memegang tampuk kepemimpinan pondok pesantren pada 1955.

Kesaktian Yai Asral

Yai Asral lahir pada 1911. Dia adalah putra pasangan KH Hasan Muthohar dan Ny. Hj. Salamah Nursyadah. Kiai Hasan yang merupakan ulama kharismatik wilayah Japura itu juga merupakan cucu kelima Raden Haryo Abu Salam Pemalang atau dikenal dengan sebutan Mbah Salamudin. Sedangkan Mbah Salamudin sendiri adalah sahabat Mbah Muqayyim, pendiri Pondok Pesantren Buntet. Bahkan, berdasarkan sejumlah sumber, Mbah Muqayyim sempat menetap beberapa tahun di padepokan Mbah Salamudin saat menghindari kejaran tentara Belanda.

Sedangkan ibunda Kiai Hasan, yakni Nyai Salamah merupakan putri dari Kiai Syamsudin atau Kiai Nursyadah. Kiai Nursyadah merupakan ulama yang turut berperan aktif dalam mengislamkan masyarakat Japura dan sebagian masyarakat pantura Cirebon. Makam Kiai Nursyadah berada di makbarah Mesigid Lawas Japuralor.

Nama Yai Asral sangat kesohor di lingkungan wilayah timur Cirebon. Dia dikenal sebagai sosok yang alim ilmu fikih, hikmah, ketabiban, hingga kanuragan.

Seiring dengan tuntutan zaman, Yai Asral melengkapi majelis amanat sang mertua dengan pendirian madrasah diniyah. Semenjak itu, banyak santri yang terus berdatangan guna menuntut ilmu. Di antaranya dari Losari, Brebes, Pemalang, dan Pekalongan. Sayangnya, pada 1965, asrama pesantren yang berbentuk bilik bambu itu dibakar habis oleh antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI).

Terobosan Kiai Adnan

Sepeninggal Yai Asral pada 1980, sang putra sulung, Kiai Mohamad Adnan Amin melanjutkan perjuangan pengembangan pesantren dengan mendirikan sejumlah lembaga pendidikan formal, yakni madrasah ibtidaiyah (MI), raudlatul athfal (RA), dan dan madrasah diniyah takmiliyah awaliyah (MDTA). Sementara pendidikan nonformal digelar malam hari, yakni madrasah murottilil qur’an (MMQ) dan pengajian kitab kuning.

Pada 2002, Kiai Adnan pun dipanggil Allah Swt. Dia wafat dalam pelukan petang yang hening ketika mengimami jemaah salat maghrib. Tahun itu merupakan tahun kesedihan bagi keluarga besar Pondok Pesantren Ketitang, terutama bagi anak-anaknya.

Namun, kesedihan itu pun tak berlarut lama. Sepeninggal Kiai Adnan, para putra dan putri beliau tiada putus semangat. Hal itu dibuktikan dengan predikat sebagai jebolan sejumlah pesantren besar serta titel sarjana yang tersemat di pundak mereka. Dari berpredikat hafiz, hingga magister di bidang keilmuan yang berbeda-beda.

Modernisasi PP Ketitang

Pada 2007, Pondok Pesantren Ketitang menggagas ulang visi-misi dan melakukan banyak terobosan yang inovatif dan progresif. Dengan misi baru “Kompetetif, Inovatif, dan Berkarakter,” peningkatan mutu madrasah di bidang akademik maupun nonakademik terus ditingkatkan.

Di sektor informal, digagas pula majelis taswirul afkar (MTA). Forum ini secara serius melakukan kegiatan diskusi ilmiah, seminar, riset, advokasi, serta menjalin komunikasi dan membangun jejaring dengan berbagai pihak, di antaranya dengan lembaga dan badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), media massa, serta non government organization (NGO). Dalam waktu relatif singkat, MTA mulai dipandang sebagai mitra kerja sama strategis oleh berbagai pihak baik di tingkat daerah maupun nasional. Hal itu dibuktikan dengan kerap hadirnya sejumlah tokoh nasional saat perhelatan Haul dan Imtihan yang digelar di setiap tahunnya.

Di antara tokoh yang pernah berkunjung adalah dai kharismatik sekaligus Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2015-2020 KH Dr Manarul Hidayat pada 2008, Rais Syuriyah PBNU 2010-2015 KH DR A Hasyim Muzadi (2010), Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Ir. H. Helmy Faisal Zaeni (2011), putri sulung Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Allisa Qotrunnada Wahid (2012 dan 2013), Ketua Umum PBNU 2010-2020 Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj (2017 dan 2018), dan mantan Pemimpin Pasukan Berani Mati Gus Dur KH Nuril Arifin Husein atau Gus Nuril (2019), serta KH Moqsith Ghazali (Katib Syuriah PBNU) pada 2023 lalu.

Sejak 2015 hingga kini, kepemimpinan Pondok Pesantren Ketitang berada di bawah kepengasuhan KH Ahmad Zuhri Adnan, putra Kiai Adnan. Di bawah kepemimpinannya, kelas pengajian dibentuk secara klasikal menjadi kelas Iidadiyah, Jurmiyah, Amrithi, dan Alfiyah. Sementara MMQ dipecah menjadi kelas Tahsinul Qur’an dan Tahfizul Qur’an.

Pada 2023, Pondok Pesantren Ketitang dipercaya menjadi tempat deklarasi puluhan lembaga dari sejumlah wilayah di Indonesia yang menyatakan diri untuk bertekad melakukan pencegahan kekerasan seksual dengan mendirikan Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA). Pondok Pesantren Ketitang juga menggerakkan wacana keislaman yang moderat dengan mendirikan Kantor Berita Islam bernama Ikhbar.com.

Pondok Pesantren Ketitang mengasuh sekitar 150 santri dari luar kota, dan ratusan santri mukim yang berasal dari wilayah setempat. Kini Pondok Pesantren Ketitang memiliki satuan pendidikan nonformal berupa Madrasah Murottilil Qur’an (MMQ), Madrasah Kitab Kuning (Muhadlarah), pengajian pasaran/bandongan, dan majelis taklim.

Sedangkan di pendidikan formal, Pondok Pesantren Ketitang menaungi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Hidayatul Mubtadiin, Raudlatul Athfal (RA) Hidayatul Mubtadiin, Madrasah Ibtidaiyah (MI) Hidayatul Mubtadiin, Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Hidayatul Mubtadiin. Selain itu disediakan pula lembaga ekstrakulikuler dan kursus, seperti kursus Bahasa Arab dan Inggris, olahraga, laboratorium enterpreneurship.

Pada bidang sosial dan ekonomi, Pondok Pesantren Ketitang memiliki sejumlah lembaga seperti embaga Riset dan Diskusi Taswirul Afkar, Rumah Pelatihan Dakwah Bin Adnan, Koperasi Bin Adnan, Industri Rumahan Madu Suwuk Bin Adnan, dan Kantor Berita Islam Ikhbar.com.